Selasa, 21 Februari 2012

Makna Panggilan Adzan

"Hayya 'alash shalaah. Hayya 'alal falaah, hayya 'alal falaah." Seruan ini lima kali sehari kita dengar dan terus menggema sepanjang masa yang entah kapan sirna dari muka bumi ini. Susul menyusul, saut-menyaut bergantian dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Selesai di negeri yang satu, berpindah ke negeri yang lain, berputar terus selama matahari masih terbit dan terbenam. "Mari kita shalat, mari kita raih kemenangan." Kata-kata yang amat menarik untuk dicermati. Dengan shalat kita akan meraih kemenangan. Dengan shalat kita akan meraih kebahagiaan.


Sungguh menarik! Sungguh menggiurkan! Betapa mempesona tawaran itu. betulkah dengan shalat akan meraih kemenangan, kebahagiaan? Kita sebagian besar masih shalat. Kita sebagian besar masih berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah. Namun mengapa kemenangan itu tak kunjung menjadi kenyataan? Dalam teknologi tertinggal, ekonomi tergilas, budaya amblas, politik terjepit, kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagaiaan tinggal bayangan! Apa Allah swt ingkar janji? Mari kita renungi, kita pikirkan, kita koreksi langkah-langkah uyang kita tempuh selama ini, mungkin ada yang tidak beres. Janji Allah swt pasti benar, tidak mungkin Dia ingkar, pasti kita yang salah melangkah, sehingga kekalahan demi kekalahan, derita demi derita terus kita alami. Untuk itu marilah kita coba meraih kemenangan dan kebahagiaan ini dengan manggali makna dari tahapan-tahapan adzan. ALLAHU AKBAR. Modal utama dalam awal perlangkahan untuk berjuang adalah membesarkan Tuhan. Dengan modal inti ini kita akan merasa tenang dan tenteram. Hilang rasa takut dengan kebesaran dan keperkasaan lawan. Timbul keberanian mengahadapi penghadang, walau mereka bersatu padu membangun kekuatan yang dahsyat sekalipun. Tidak gentar sedikitpun dengan banyaknya pasukan lawan dan canggihnya peralatan. Tidak akan bergeser meskipun musuh melabrak. Semua itu kecil dan tidak ada apa-apanya dengan kebesaran dan keperkasaan Allah swt. Semua tergilas, terkapar dan musnah bila Allah turun tangan. Apabila Allah meridhai, kita akan sukses dan menggapai apa yang kita cita-citakan. namun tidaklah mudah untuk memancing turun tangan Allah guna membantu perjuangan kita. Perlu diantara kita untuk terus memperkokoh aqidah dan persatuan, yaitu dengan pemantapan syahadat kita sebagai pondasi. ASYHADU ALLA ILAAHA ILLALLAH. Persaksian ini telah diikrarkan ummat manusia kala masih berada di alam ruh. Pengakuan yang menyatakan tiada yang dipentingkan, diutamakan, dinomorsatukan, kecuali Allah. Tidak ada yang ditakuti, disegani, dipertuan, dan disembah kecuali Dia Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta ini. Dengan tauhid Rabbani yang mantap dan kokoh meneguhkan perlangkahan berikutnya dalam menggapai kemenangan. 

Dengan modal ini kita akan tetap istiqamah walaupun godaan, bujuk rayu, dan janji-janji masa depan yang cerah ditawarkan pihak-pihak lawan, asal mau mendukung ideologinya. Ancaman siksaan, inipun tak akan meruntuhkan keyakinan atas kebenaran yang diemban. Semua itu tidak ada artinya. Hanya semua dan bumbu kehidupan. Apalah artinya pangkat yang setiap saat bisa hilang? Apa artinya nyawa yang suatu waktupun akan melayang? Allah yang tetap ada, laa wujudan illallah, tetap kekal. Hanya Dia-lah yang paling diutamakan, paling dicintai, dan paling diagungkan. Aqidah Rabbani yang paling utama untuk dimantapkan, karena dengan modal ini apapun perintah atau larangan yang digariskan Allah dalam al-Qur'an akan enak saja dijalani. Segala macam bentuk ibadah yang diperintahkan Allah swt akan ditaati dengan penuh kekhusyu'-an dan keridhaan. Perintah berkorban baik harta, tenaga dan nyawa untuk berjuang di jalan Allah akan disambut dengan riang gembira. Syahadat yang kuat akan memudahkan untuk terealisasinya cita-cita. ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH. Tauhid Rabbani yang mantap dan kokoh harus ditunjang dengan Tauhid Nubuah. Tanpa adanya khilafah, tanpa adanya kepemimpinan, cita-cita tidak akan tercapai. Tauhid Rabbani akan mengantarkan untuk terbentuknya suatu jamaah, karena setiap pribadi merasakan akan kelemahan-kelemahannya, sehingga dengan dasar kesadaran atas kelemahan masing-masing individu akan melahirkan jamaah. 

Dalam setiap perjuangan diperlukan seorang pemimpin untuk membina, mengarahkan, memotivasi, dan mengkoordinasikan individu-individu agar tidak berjalan sendiri-sendiri, bertindak tanpa perintah, dan mengerjakan sesuatu sesuka hatinya. Dengan adanya koordinasi dan komando suatu pekerjaan akan terprogram, terencana dan terkoordinir. Inilah perlunya Nubuah, kekhalifahan, kepemimpinan, agar dalam bergerak dan melangkah selalu terpantau oleh pusat komando, yaitu seorang pemimpin atau seorang imam. Hal ini adalah 'sunnah' dicontohkan Rasulullah saw dalam memperjuangkan dan menegakkan kalimat Allah di permukaan bumi. HAYYA 'ALASH SHALAH. Kepemimpinan yang bagaimana yang mengantarkan kemenangan itu? Lihat dalam pelaksanaan shalat jamaah. 

Dalam shalat jamaah diperlukan adanya imam dan makmum, baru bisa berjamaah. Seorang imam dipilih oleh makmum dengan kriteria bahwa dia memang dianggap paling layak untuk dijadikan imam dibanding dengan yang lainnya. Dengan pengangkatan imam, konsekuensinya sebagai makmum harus mengikuti bagaimana saja imam bergerak. Imam ruku' ikut ruku', sujud ya ikut sujud dan jangan coba-coba mendahului, karena Rasul telah bersabda, "Orang yang mendahului imam, akan dibangkikan di hari akhir nanti seperti keledai." Bila gerakan atau bacaan imam salah, tegur, dan ingatkan. Dan jangan sampai kita meninggalkan jamaah lantaran imam salah bacaan atau gerakan, karena kita akan rugi, bila lantas shalat sendiri. Si imam sendiri harus segera memperbaiki bacaan atau gerakan yang salah itu. Seorang imampun sebelum shalat dimulai, harus melihat dan merapikan shaf makmum dulu. Dalam kepemimpinan, kekhalifahan untuk memperjuangkan agama Allah pun harus demikian. Angkatlah seorang imam yang taat pada Allah dan rasulnya, ikuti kepemimpinannya dengan penuh ketaatan, ikuti komandonya jangan bertindak tanpa komando, apalagi mendahului. 

Seorang imam, seorang pemimpin harus siap menerima teguran bila khilaf dan menyalahi atau menyimpang dari jalan semula yang dicita-citakan, dan segera memperbaiki dan luruskan niat kembali. Jamaah jangan tinggalkan imam bila dia masih taat pada Allah dan Rasul-Nya serta mau menerima teguran bila khilaf atau menyimpang. Merapikan barisan atau shaf merupakan tanggung jawab penuh seorang imam. Jangan ada barisan yang longgar atau tidak lurus, karena itu akan memudahkan setan dan pihak lawan untuk membikin gebrakan, melemahkan gerakan dalam pencapaian cita-cita. Lihat jangan ada jamaÕah yang mulai renggang ukhuwahnya, atau sudah mulai bengkok dari niat semula, segera luruskan dan ingatkan. Bila imam mangkat atau meninggal, segera ganti oleh orang yang memang pantas menggantinya, jangan memulai gerakan dari awal kembali, karena rugi waktu dan tenaga, bila konsep yang dipegang imam yang wafat itu tidak menyalahi QurÕan dan sunnah. Perbaiki sistem, mungkin itu yang patut dilaksanakan. HAYYA 'ALAL FALAH. Dengan diawali suatu keyakinan penuh atas keagungan dan ke Maha Besaran Allah atas segala yang dianggap besar dan agung, membuat tekad bertambah kuat dan keberanian berlipat ganda. Ditambah dengan tauhid yang mantap dan kokoh sebagai pondasi kekuatan yang maha dasyat. Ditunjang dengan kesolidan jamaah yang dipimpin oleh seorang imam yang ketaatannya kepada Allah swt dan pengamalan sunnah Nabinya begitu luar biasa. Apalagi imam itu seorang yang patut untuk diteladani. Kemudian perlangkahan gerakan telah terprogram dengan baik, diawali dengan langkah apa, dan diakhiri apa? Itu sudah tersusun rapi. Sehingga kemenangan yang dicita-citakan akan diraih dengan gilang-gemilang, dan kesejahteraan yang diucapkan di akhir shalat, akan terealisasi dengan bukti yang nyata, bahwa Islam itu rahmatan lil 'alamin. ALLAHU AKBAR. Bila kemenangan telah diraih, akan timbullah berbagai macam godaan yang terkadang akan menyeret kepada kelalaian dan kelengahan yang diakibatkan oleh banyaknya kemudahan untuk meraih apa saja yang dimau. Harta, jabatan, fasilitas, wanita dan kehormatan akan mudah didapat. Sehingga patutlah diingatkan kembali dengan tahapan adzan ini, yaitu ALLAHU AKBAR. Dialah yang besar, yang membantu dan menolong! Janganlah kemenangan yang diraih menimbulkan kebanggaan dan kehebatan, seakan-akan Allah tidak ikut serta dalam mengantarkan kebahagiaan dan kemenangan itu. Besarkanlah Allah! Agungkan Dia! Sebagai rasa syukur. Luruskan kembali, jangan pongah dan sombong! Niat semula untuk membesarkan nama-Nya, bukan kita, bukan organisasi, lembaga, atau kelompok! Agar Allah tidak kembali memberikan kekalahan. LAA ILAAHA ILLALLAH. Akhir dari perlangkahan adalah kembali kepada pemantapan tauhid. Koreksi ulang persaksian dan pengakuan pada awal perlangkahan yang penuh derita dan kesengsaraan begitu kokoh dan mantap. Apakah setelah kemenangan telah diraih, kebahagiaan didapat dan kesejahteraan telah dinikmati, masihkah Allah dinomorsatukan? Masihkah Allah diutamakan? Masihkah takut dan taat pada-Nya? Ingatlah bahwa segala kemenangan itu jangan sampai melupakan Tuhan, karena kemenangan itu berkat bantuan dan pertolongan-Nya. "Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah." (al-Anfal: 10). Sumber : lembar jum’at Al-qalam Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah yang disampaikan dalam Tausiah Pagi ASM oleh Bpk Iyus Durrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar